Love, Marriage, Relationship

Cinderella Did Not Google Prince Charming

Written by Saomi Rizqiyanto

Well, the Grimaldis aren’t a very large family. He’s probably a first cousin at least, but just to be sure… B, what are you doing? Cinderella did not Google Prince Charming.

_Serena Van Der Woodsen and Blair Waldorf_

Since the beginning, the first born humankind is always pursuing the perfect mate for their life and sometimes get jealous for their loose. Cain is obsessed with his twin sister Aclima, according to historian Aclima was the first woman born naturally dengan kecantikan melebihi saudarinya Azura. Cain sangat menginginkan Aclima yang ternyata dijodohkan oleh ayahnya untuk Abel. Pun dengan Aclima yang diceritakan juga menginginkan Cain yang lebih ganteng dari Abel. Baik Cain maupun Aclima adalah perumpamaan seorang manusia yang menginginkan kriteria tertentu untuk pasangannya.

Back to the modern world, ketika laki-laki Korea Selatan sama banyaknya dengan wanita dalam mengakses operasi kecantikan, atau ketika laki-laki berperut six pack adalah golden standar untuk suatu tayangan televisi, atau ketika wajah perempuan harus sebening model iklan SK-II, kriteria pencarian jodoh ternyata tidak semudah berdasarkan kesempurnaan fisik semata. Ada faktor-faktor lain yang menentukan seseorang untuk kemudian yakin he/she is the one.

Adalah Desi, one of my collague di kampus, keturunan batak kristen yang sangat ketat dalam beragama, dengan lugas mengatakan kalau dia mencari jodoh yang seiman bahkan kalau perlu satu suku. Desi perempuan berusia 36 itu memang sedang dalam fase pencarian jodoh serius. Saat dia merantau ke Jakarta, kedua orang tuanya memang berpesan kalau dia harus segera berjodoh dengan laki-laki yang seiman.

Its not difficult to find a single and eligible bachelor untuk Desi di Jakarta, right? Banyak laki-laki yang memiliki iman kristen protestan yang juga sedang mencari jodoh. Penulis menyarankan Desiuntuk aktif pedekate dengan laki-laki entah itu di gereja atau komunitas lain, but Desi menyatakan kalau laki-laki yang harus aktif pendekatan pada dirinya. Di lain waktu, penulis menyarankan aplikasi semacam tinder untuk mencari jodoh, tapi Desi menyangkal jikalau tinder adalah aplikasi hanya untuk mencari teman seks semata.

Penulis sempat ngobrol lama dengan Desi dan dengan kejelian penulis as a researcher, ternyata didapatilah tiga belas kriteria yang Desi inginkan dari jodohnya. Penulis sempat terbengong-bengong dengan kriterianya tersebut, dari tiga belas tersebut terdapat beberapa hal yang sebenarnya bisa dihilangkan seperti tidak merokok, tidak bertato, tidak minum alkohol dan beberapa kriteria lain yang aih, terlalu remeh untuk bisa ditolerir. Saking terkejutnya, penulis sempat mengatakan kepada Desi, yang penting cari jodoh itu laki, bisa ngaceng dan bisa bikin anak. Hal yang selalu bikin Desi mengelak bahwa iman penting dan kriteria-kriteria lain juga penting.

Tidak jauh berbeda dengan Desi, Melli adalah wanita karir lulusan kampus ternama yang berprofesi sebagai PNS di salah satu kementerian negara, tinggal di apartemen hasil jerih payahnya di bilangan Kebayoran bersama dengan kucingnya. Instagramnya dihiasi hasil perjalanan dia bersama rekan kerjanya ke London, Paris, Amsterdam dan Seoul. Bahkan ada foto dia memberangkatkan umrah sekeluarga ke tanah suci. It seems so perfect kan? Tapi apa dinyana, di umurnya yang ke 45, Melli belum menikah dan bahkan tidak memiliki pacar. Info yang berhasil penulis dapatkan, Melli termasuk wanita perfeksionis yang menginginkan pasangan yang sempurna. Tinggi, ganteng, putih, punya penghasilan tetap, kalau bisa sudah punya rumah dan kendaraan.

In such a delight, in order to compare with another gender, di kantor tempat teman saya bekerja ada kepala departmen, laki-laki dengan usia yang terpaut jauh dengan Desi, sebut saja Stephan, masih tinggal sendiri di kost executive nya di Setiabudi, tiap minggu atau akhir bulan, Stephan pulang ke rumah orang tuanya di Cianjur. Gaya Stephan sangat parlente, terlihat sangat menikmati hidup dari gayanya yang selalu menikmati kopi starbucks. Story whatsapp atau instagramnya selalu mengenai sepeda sehat atau marathon. Banyak cewek-cewek yang naksir dengan Stephan, teman-teman wanitanya banyak, tapi sepengamatan teman penulis, dia belum pernah terlihat serius dengan satu cewek.

Menurut kabar yang beredar, Stephan dulunya sudah pernah menikah satu kali namun belum sempat dikaruniai keturunan, pernikahan Stephan berlangsung singkat dan berakhir dengan perceraian karena masing-masing ego. Stephan konon digugat istrinya karena istrinya tidak tenang dengan pembawaan dan penampilan suaminya yang sangat parlente. Istrinya tidak tahan karena Stephan banyak digoda di kantor, selalu punya waktu untuk teman wanita di kantor dan bahkan sudah sampai mengganggu saluran telefon.

Ketika penulis menceritakan hal ini kepada Fatma, teman dan kolega penulis di kampus berkomentar ‘jodoh mah cocok-cocokan’ kata Fatma, ‘yang penting nyaman aja’ kata ibu dua orang putra ini. Banyak yang lama mendapatkan jodoh karena mungkin kriterianya yang terlalu tinggi, atau memang kepribadiannya yang insecure, circle nya yang terlalu sempit, atau bisa jadi tidak berjodoh dalam pernikahan. Bagi Fatma, dia tidak bermasalah dengan suaminya yang bekerja sebagai pelaut yang kadang dua bulan sekali baru ketemu. Dia juga tidak mempermasalahkan jikalau suatu saat nanti, gaji dia lebih tinggi dari suaminya, apabila suaminya memilih untuk berkarir dan menetap di rumah. Dulu, dia tidak mau memaksakan kriteria tertentu pada calon suaminya, karena masalah jodoh tidak ada yang tahu. Kemarin cocok, belum tentu hari ini nyaman. Apalagi orang pacaran cenderung memperlihatkan yang baik-baik saja.

Oleh karenanya, splitup, seperated atau divorced menjadi hal yang wajar, karena bisa jadi orang yang kita paksakan sesuai kriteria kita, belum tentu berjodoh. Justru yang sudah menikah, bisa jadi kembali dengan mantannya yang dulu sempat putus. Lihat Jennifer Lopez dan Ben Affleck.

Pernyataan Fatma dan kemudian rangkaian cerita Desi dan Stephan membuat penulis bertanya-tanya, sebenarnya apa sih yang membuat berjodoh dengan seseorang? Kriteria apa yang membuat seseorang kemudian jatuh cinta pada seseorang? Apakah kemolekan tubuh, kedewasaan mental, atau kekayaan atau apa? And then what makes seseorang kayak yakin bahwa she/he is the one dan lalu melanjutkan ke jenjang pernikahan? Apa sih yang membuat kita kemudian stay atau menetap di hati seseorang sampai ajal menjelang?

Do We Need Soulmate?

There is no certain definition atau belum ada suatu kesepakatan tunggal secara akademis terkait jodoh, pasangan atau dalam bahasa filsuf Plato disebut soulmates. Oleh karenanya jawaban atas apa itu jodoh juga tidak pasti. Jawaban selanjutnya tentang siapa jodoh kita juga bisa dipastikan belum pasti karena memiliki banyak dimensi dan pendekatan untuk memahaminya. Ada banyak kesepahaman namun tidak sedikit yang tidak satu halaman dalam bacaan tentang jodoh.

As Albert Einstein said, jenius adalah membuat ide kompleks menjadi simple. So I think, make it simple is easy for us. Dalam hemat penulis, jodoh adalah pasangan hidup bisa jadi singkat bisa jadi panjang hingga waktu menentukan lain. Jodoh tidak melulu berkaitan dengan hubungan antar pria dan wanita yang terikat perkawinan, ia bisa juga berbentuk kohabitasi atau living together dan companionship atau sekadar teman hidup.

Teori biblikal menjelaskan bahwa Adam adalah manusia pertama ciptaan tuhan yang merasa kesepian dalam menjalani hidupnya di taman eden, oleh karenanya Tuhan mengambil tulang rusuk Adam dan menjadikannya seorang wanita untuk menemani Adam. Seorang wanita ini bernama Eve dan kemudian bible menceritakan awal keberlanjutan dari ras manusia. Konsep Adam dan Eve adalah ide awal yang melandasi pemikiran umum mengenai ide hubungan laki-laki dan perempuan. Belum ada catatan lain berupa pahatan pahatan di gua maupun manuskrip-manuskrip lontar yang masuk akal mengenai konsep jodoh apabila merujuk pada awal mula keluarga terdekat manusia yaitu primata.

Adam dan Eve adalah konsep tunggal dan umum yang kemudian menjadi pijakan awal bahwa manusia memiliki pasangan hidupnya. Konsep ini terus hidup beribu-ribu tahun hingga Plato kemudian menegaskan ide mengenai soulmate ini. Plato mengatakan there is someone out there for everyone yang menegaskan tentang adanya belahan jiwa atau jodoh untuk setiap orang. Ide Plato kemudian menjadi semacam enigma bahwa seseorang harus mencari belahan jiwanya agar mampu menjadi bahagia. Setidaknya agar tidak kesepian seperti Adam sebelum Eva diciptakan.

Adalah filsuf Robert Rowland Smith yang menjelaskan jodoh lebih realistis. Smith menjelaskan konsep Plato tentang soulmate dengan kebutuhan akan afeksi dengan seks. Rowland Smith mengemukakan bahwa dorongan hasrat seksual dan kebutuhan akan teman hidup adalah alasan mendasar kenapa kita membutuhkan jodoh. Smith menghubungkan dengan tradisi bible bahwa sejak diciptakan, Adam dan Eve sudah menggambarkan adanya ide pertemanan dan seks. Kedua konsep itu tidak bisa dipisahkan apalagi jikalau dihubungkan dengan konsep melanjutkan keturunan. Maka konsep Plato tentang soulmate menjadi lebih nyata.

Apalagi jika dikaitkan dengan teori kebutuhan sosial Abraham Maslow yang mengemukakan bahwa seorang manusia pada dasarnya membutuhkan adanya “belonging” atau rasa ingin memiliki, dimiliki dan dihargai, maka konsep akan teman hidup yang mampu membawa rasa belonging, secara psikologis memang menjadi kebutuhan seorang manusia.

Sampai sini, penulis kemudian berani mengatakan bahwa, kebutuhan akan jodoh itu alamiah, secara filosofis, biologis dan psikologis, manusia memang butuh akan jodoh. It’s a bullshit kalau kemudian orang-orang berteriak tidak ingin memiliki jodoh, tidak ingin berpasangan, tidak ingin menikah karena itu mengingkari ketiga hasrat tersebut. So, do we need a soulmate, it’s a hell fucking absolutely yeah.

How We Find Love, Kisah Quasimodo si Bongkok dari Notredame.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana kita menemukan jodoh, apakah kita menetapkan kriteria jodoh? apa yang membuat kita yakin he/she is the one? Somehow ini yang terkadang membuat konsep jodoh menjadi lebih rumit. Konsep jodoh yang murni dan mulia ini terkadang terkotori oleh desire manusia yang memang secara kodrati tidak pernah puas atau greedy.

Somehow, penulis selalu bertanya apakah dengan memiliki pasangan dengan fisik ideal membuat orgasme menjadi lebih hebat? Atau sebenarnya hanya sekadar sensasi belaka yang ujung-ujungnya malah bukan pada konsep pencarian jodoh tapi pemenuhan hasrat belaka. Penulis terkadang bingung dengan pencarian jodoh yang melibatkan kriteria terlalu muluk. Laki-laki menginginkan wanita yang cantik itu wajar, tapi juga harus melihat diri sendiri sebelum mematok kriteria.

Katakan saja Hamjah, menginginkan perempuan cantik seksi mandiri sehingga akan menuntaskan fantasi seksualnya tanpa memandang dirinya adalah laki-laki kampung pengangguran dropped out universitas. Atau Alisa yang mematok kriteria laki-laki sixpack putih mirip oppa oppa korea atau Steve Rogers tanpa memandang dirinya suka julid, tidak pandai bersolek, dan materialistis. Ketidakseimbangan ini yang terkadang jodoh menjadi sulit dimengerti.  Ungkapan ceki (cewek seksi) atau cogan (cowok ganteng) adalah konstruk sosial yang membuat jodoh menjadi sulit untuk didapatkan.

Kalau sudah pada tahap ini, penulis selalu kembali teringat akan kisah Quasimodo yang pada akhir hidupnya mendapatkan jodoh yang mencintainya. Quasimodo adalah penjaga dan penabuh lonceng Katedral Notredame dengan kondisi fisik yang mengenaskan. Tubuhnya bongkok dengan gundukan dipunggungnya, hidungnya bengkok dengan kondisi mata asimetris, pendengarannya rusak karena sejak kecil menabuh induk lonceng katedral. Dengan kondisi ini, sangat tidak memungkinkan bagi Quasimodo untuk mendapatkan jodoh.

Alkisah, Quasimodo tertarik dengan Esmeralda, gadis gypsi pengamen jalanan yang tariannya banyak membuat laki-laki di senatero Paris bertekuk lutut padanya. Diantara deretan lelaki tersebut termasuk Claude Frollo, magister katedral yang memungut Quasimodo di depan gereja, Captain Phebeus, dan Gringoire. Dengan banyaknya laki-laki dengan tingkat sosial yang begitu berbeda dengan Quasimodo, membuat cinta Quasimodo untuk Esmeralda adalah cinta tanpa ingin memiliki. Quasimodo selalu tertarik melihat Esemralda, tapi pada akhirnya hanya sekadar mengagumi karena Quasimodo tahu diri.

Karena rasa tahu diri inilah yang akhirnya membuat seorang gadis bernama Madelline pada akhirnya menjatuhkan hati pada Quasimodo. Orang yang secara fisik membuatnya takut pada akhirnya mau menyayanginya tanpa bersikap posesif. Quasimodo pada akhirnya mendapatkan jodoh yang menerima dirinya apa adanya tanpa mengejar fantasi berlebihan terhadap esmeralda.

Dari Quasimodo terkadang penulis menyimpulkan cinta atau jodoh itu sederhana dan tidak sulit untuk mendapatkannya. Penulis mengalami sendiri bagaimana pada akhirnya jodoh datang tanpa perlu memiliki ekspektasi berlebihan akan jodoh.

“It never goes wrong with that smile” ujar mantan pacar saya (sekarang sudah istri) suatu ketika, saya yang sedang menonton film bengong sendiri, “hah, maksudnya” ujarku. Ririn menjelaskan jikalau senyum saya lah yang membuat dia pada akhirnya swipe kanan di tinder. Lalu aku kembali melihat-lihat banyak komen wanita di tinder lain yang me swipe kanan saya, mayoritas mereka senang dengan senyum saya. Dulu saya berpikir jikalau saya terlalu kurus, tidak memiliki body alpha male, banyak jerawat yang membuat saya minder untuk bisa berteman dengan lawan jenis. Ternyata pemikiran saya salah. So what type of men that women want?

“Emang kamu suka aku kenapa sih” tanyaku suatu ketika sama pacar saya, Ririn mengatakan katanya selain senyum, kacamata yang saya pakai membuat saya terlihat smart, sehingga itu yang membuat dia akhirnya men swipe kanan saya dan mau diajak out. Lalu aku mengatakan “biasanya kan cewek-cewek sukanya cowok yang six pack, hunky atau apa” kataku, “emang kamu enggak” Ririn mengatakan justru itu yang membuat dia tertarik. Biasanya laki-laki suka memasang di aplikasi online atau social media manapun foto yang bercerita betapa macho nya dia, mulai dari hobi otomotif, hobi lari, hobi naik gunung, atau sekadar suka gym, bagi dia itu kurang menarik, justru Ririn menyukai profil foto-foto saya yang terkesan bookworm and nerd ini. Oke fair ujarku dalam hati.

Untuk tambah meyakinkan saya, suatu saat dia mengcapture perbincangan dia dengan teman-teman kantornya, isinya tak lain dan tak bukan adalah tentang perasaan pacar saya terhadap saya diiringi dengan foto-foto maupun link akun social media yang saya miliki. Salah satu komentar temannya yang membuat saya terbang adalah “Kak Ririn lav lav in the air” “cowok mana nih yang berhasil menaklukan hati ririn” dan lain sebagainya. Bahan tulisan ini sebenarnya berfokus pada salah satu komentar temannya yang berbunyi “ini mah seleranya Kak Ririn banget”. Memangnya seleranya Ririn seperti apa sih? Tanyaku padanya di lain kesempatan.

Well, meluncurlah cerita dia dengan mantan-mantannya, mulai dari si Dastan yang merupakan cinta pertamanya di Tempo, Yudha yang sekarang sudah tinggal di Australia, atau si Didit yang sekarang sudah menikah. Dari mantan-mantannya ini, dia bercerita jikalau masing-masing adalah seorang penulis, mantan pemimpin redaksi di suatu majalah kampus atau sekolah, dan memiliki cita rasa seni yang tinggi. Dari mantan-mantannya itu pula saya bercermin, bahwa dari ketiganya tidak ada yang hunky punky, hanya laki-laki biasa yang memiliki hobi literasi dan seni. Oke, jadi memang kriteria pacar saya adalah yang ‘artsy’ dan ‘literate’. So I can relate.

Adalah Abdul Ghaffar, atau yang biasa dipanggil Ayub, kawan lama saya sewaktu kuliah, tertawa terpingkal-pingkal Ketika saya bercerita factor apa yang membuat saya jatuh hati terhadap Ririn. Saya memang bercerita bahwa saya mulai jatuh cinta kepada Ririn Ketika dia tidak risih menyentuh wajah saya yang jerawatan. Aih, macam telenovela katanya. Walaupun saya juga harus membalas Ketika dia membuat video untuk pacarnya saya juga ketawa terpingkal-pingkal.

Kesediaan menerima saya apa adanya adalah awal dari bagaimana kemudian diri ini yakin “she is the one” yang lalu berakhir pada pelaminan dan berjodoh hingga kini dan semoga hingga akhir hayat memisahkan. Hingga saat ini masih kami masih suka bercerita tentang kakek nenek yang masih bergandengan tangan ketika jalan di mall atau ketika jalan di bandara. Suatu gambaran yang hingga detik ini masih menjadi goal dari hubungan ini.

Jodoh itu sederhana dan tidak sulit untuk mendapatkannya.

About the author

Saomi Rizqiyanto

Leave a Comment