Catatan Harian

Let The Dog Bark, They Bark at What They Don’t Know

Written by Saomi Rizqiyanto

Saya sedang makan malam bersama dengan beberapa kolega ketika salah satu teman berujar “kalau pak saomi sering bu ke luar negeri”, tentu saya kaget, darimana dia bisa berujar begitu? katanya dia melihat dari facebook saya, padahal saya belum berteman dengan dia di facebook. Pun ketika seorang teman lain mengatakan kalau saya adalah diplomat, sering jalan ke luar negeri. Dia pun berujar seperti itu karena melihat beberapa postingan saya di facebook. Entah itu sekadar memuji atau mencibir, tidak ada yang tahu, niat saya memposting adalah sekadar menyimpan memori indah di dunia maya, bukan untuk pamer apalagi pencitraan.

Namun niatan itu terkadang menghasilkan hal yang tidak terduga. Postingan-postingan indah di media sosial ibarat dua mata pisau, bisa sangat berguna tapi juga terkadang bisa mengancam kehidupan seseorang. Berguna karena ia bisa jadi wall dunia maya yang berisikan coretan-coretan kecil maupun foto dan video penuh kenangan. Seperti dulu kita memiliki buku catatan harian atau buku scrapbook yang berisikan hal-hal personal dan privat yang hanya akan dibaca atau dibagikan kepada teman-teman dekat. Mengancam karena bisa disalahgunakan bagi orang-orang yang punya niat jahat. Untuk sekadar pingin tahu, stalking, scamming dan lalu dijadikan bahan gibahan.

Saya pernah ada di posisi di mana postingan social media saya distalking lalu di screenshoot dan kemudian di sharing kemana-mana dan dijadikan bahan gibahan, menjadikan saya sebagai target daging empuk untuk dimakan beramai-ramai. Padahal niatan saya memposting hanyalah itu tadi sebagai media menyimpan memori, tapi ya people are hard and difficult to understand. Kita tidak akan pernah tahu mana orang yang memiliki niat baik dan niat buruk.

Terkadang terlalu naïve sih kalau berpikir bahwa semua orang baik, walaupun saya berprinsip seperti Anne Frank yang mengatakan, setiap orang pada dasarnya memiliki hati yang baik, tapi terkadang kepentingan membuat manusia lalu lupa dan menyakiti hati sesama manusia. Jadi pemikiran bahwa postingan saya di dunia maya tidak akan disalahgunakan orang-orang itu adalah pemikiran bodoh dan naïve.

Pernah kepikiran untuk menghapus saja akun-akun social media, menghapus foto-foto, atau menjadikannya sangat privat. Pikiran itu ternyata terbentur karena beberapa hal. Pertama karena akun saya sudah publik, susah untuk menggantinya menjadi akun privat. Dulu saya ingin sekali membuat akun-akun saya bak motivator atau artist atau siapapun itu yang semoga bisa menjadi inspirasi bagi orang-orang yang melihat, jadi saya buat akun itu menjadi akun publik.

Terkadang saya berpikir aneh terhadap akun yang diproteksi sedemikian rupa. Kayak hidup orang itu ribet banget, menyembunyikan segala centang biru, mengatur privasi sedemikan rupa, mengatur hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat story dan postingan. Shit, hidup sudah penuh dengan drama.

Saomi Rizqiyanto

Kedua, setelah dipikir-pikir buat apa kita membuat sosial media lalu dijadikan private. Bukankah namanya sosial, hal ini dimaksudkan untuk bersosialisasi, agar orang-orang mengenal lebih dekat tentang diri kita. Terkadang saya berpikir aneh terhadap akun-akun yang tidak memiliki postingan sama sekali, bahkan di proteksi sedemikian rupa. Kayak hidup orang itu ribet banget, menyembunyikan centang biru, mengatur privasi sedemikan rupa, mengatur hanya orang-orang tertentu yang bisa melihat story dan postingan. Be like, ribet banget gitu. Hidup sudah sangat ribet dengan segala dramanya.

Oleh karenanya, biarkanlah orang menilai dengan sendirinya. Saya tetap akan menulis, tetap akan memposting hal-hal baik, dengan niatan menciptakan vibe yang baik untuk diri sendiri maupun orang yang melihat. Apa adanya tanpa perlu settingan apapun. Tentu dengan menjauhi hal-hal-hal yang bernada dan bersifat sombong. Karena terkadang ada saja orang yang berbicara dengan nada congkak, memposting dengan vibe sombong atau apapun  itu. Biarkanlah gambar dan tulisan menceritakan tentang diri ini apa adanya tanpa perlu ada tedeng aling-aling.

About the author

Saomi Rizqiyanto

Leave a Comment