Catatan Harian

You Didn’t Come This Far to Only Come This Far

Written by Saomi Rizqiyanto

Sebuah teks masuk dalam aplikasi pesan instan, isinya memberi tahu saya mengenai apabila ada sebuah pesan bernada ancaman maupun tekanan dalam pekerjaan maka abaikan saja. Saya berterima kasih atas nasehat itu, namun jauh-jauh hari saya sudah bertekad dalam hati, I will ignore all sort of thing drama-drama tidak jelas.

Bermula dari penolakan saya akan tawaran menjadi anggota sebuah tim kendali mutu di universitas, berbagai telp dan bahkan ajakan masuk ke sebuah grup serta yang paling parah, sebuah SK Rektor yang mal administrasi dan cacat hukum telah memasukkan saya secara paksa untuk menjadi anggota tim kendali mutu. Ada apa sih ini dengan kampus, mengapa ada pergantian anggota secara mendadak ditengah proses akreditasi. Mencoba berpikir positif, mungkin memang sudah saatnya regenerasi, pikiran sebaliknya, ini adalah proses cuci tangan, yang pasti saya tidak mau menjadi agen cuci piring.

Saya pun juga terpaksa akan berprinsip sama, kekeuh dengan pendirian, tidak akan mau menjadi agen cuci piring pekerjaan orang lain. Keputusan ini tentu mengandung buntut konsekuensi yang panjang. Mulai dari eks komuni, pembatasan akses, hingga pembegalan karir. Pernahkah saya memikirkan hal ini? Absolutely, saya sudah memikirkan, dan bahkan jauh jauh hari saya sudah pernah memikirkan hal ini, bahkan sebelum saya berkarir sebagai abdi negara.

I have come this far bukan berarti kemudian tanpa ada pengalaman, tanpa ada cerita atau latar belakang terlebih dahulu. Saya mafhum, sebagai orang yang sudah berkarir sejak tahun 2010 di dunia akademik dan professional, baik di instansi pemerintah maupun swasta, pasti akan ada yang namanya pembegalan karir, pasti akan ada yang namanya pembunuhan karakter, dan lain sebagainya. Saya sudah pernah mengalaminya keberkian kalinya. Tapi apakah itu kemudian menghentikan langkah dan mematikan kehidupan saya? Buktinya Im here, saya masih berdiri di sini, masih berkarir sebagai Dosen PNS di PTN.

Saya pernah merasakan yang namanya eks komuni, alias dikucilkan oleh kolega, teman-teman dan bahkan oleh keluarga sendiri. Tapi apakah kemudian kehidupan saya lalu berhenti begitu saja, enggak, kehidupan tetap berjalan seperti biasa. Kehidupan akan menemukan jalan keseimbangannya sendiri. Jadi saya sudah pada tahap, everything is going to be alright, don’t be afraid, lakukan saja apa yang saya mampu kerjakan, memberikan kontribusi yang positif, sisanya serahkan pada proses yang berjalan.

Saya masih ingat betul sewaktu saya SMA, pernah dikucilkan oleh teman-teman saya sendiri, hasil karya saya diinjak-injak, saya dijauhi dan bahkan karir organisasi saya di begal, dibonsai agar saya tumbuh kerdil. Saya masih ingat juga bagaimana pesta pernikahan saya di boikot oleh keluarga besar hanya karena perkara undangan. Saya dibicarakan sedemikian rupa, dijelek jelekkan sedemikian rupa. Tapi kembali lagi kehidupan akan menemukan jalan keseimbangannya sendiri.

Saya pernah juga ditekan sedemikian rupa, ditempa oleh karakter-karakter orang yang bisa dikatakan memiliki jiwa psikopat didalamnya, sampai pernah stress, depresi dan kemudian jatuh sakit di badan. Tapi apa kemudian saya menjadi pesakitan dan lalu mengalami gangguan kejiwaan. Untuk saat ini tidak, dan semoga, tulisan-tulisan ini menjadi penyalur energi negatif tersebut sehingga tidak menjadi penyakit dan gangguan kejiwaan di masa mendatang. Kita selalu memiliki pilihan dalam hidup. Take it or leave it,

Pengalaman-pengalaman itu seperti tidak bisa dihapus dari memori. Bagaimana saya diancam SP oleh Kasubdiv, dan bahkan diancam pecat oleh Dekan pernah saya rasakan, jadi ancaman-ancaman yang kemudian datang belakangan seperti terasa ringan. I have been through it. Pilihan itu akan selalu ada, berdamai dengan cara sendiri, konfrontasi atau berdialog adalah pilihan-pilihan yang bisa dilakukan jikalau memang perlu melakukan itu.

So, I didn’t come this far to only come this far, artinya adalah, saya sudah sejauh ini dalam menjalani hidup, mengorbankan banyak pilihan, meninggalkan orang-orang tersayang di luar pulau, mengorbankan jaringan dan pekerjaan yang sudah mapan, dengan beragam pengalaman pahit getir yang sudah dilalui, untuk apa kemudian menjadi kecut dan ciut hanya karena ancaman orang-orang berjiwa kerdil yang pengalamannya belum tentu seperti yang saya rasakan. So, I just want to say, good bye to drama-drama tidak penting. Keep calm, because after every storm there is a rainbow.

About the author

Saomi Rizqiyanto

Leave a Comment