Catatan Harian

Don’t Tell People Your Plans, Show Them Your Result

Written by saumiere

“nyong ta ora pingin gembar gembor” kata Saliem, sepupu penulis dalam suatu acara munggahan. Tahun lalu di usia dia yang sudah 35 tahun, Saliem resmi menjadi sarjana. Suatu pencapaian yang bisa dibilang tidak mudah bagi dirinya yang memiliki latar belakang kehidupan yang rumit. Penulis terkejut, bukan karena kemampuannya menjadi sarjana, tapi karena kemampuannya menyimpan rapat-rapat rencana dan berita bahagia ini, bahkan bisa dibilang tidak ada yang tahu.

Sepupu penulis kemudian bercerita tidak mau mengulangi kejadian yang dulu, ketika rencananya mau membeli rumah di Ciseeng, Bogor tersebar luas hingga ke dunia maya. Beberapa keluarga sudah mengaminkan, video survey rumah sudah tersebar, bahkan dokumen-dokumen akad sudah difoto dan disebar di grup whatsapp keluarga. Tapi apalah daya, ikhtiarnya belum berhasil, proses pengajuan kreditnya sudah didahului orang. Mau ditaruh dimana muka sepupu penulis ketika rencana sudah diaminkan, proses survey sudah tersebar luas, malah gagal. Belajar dari situ, Saliem, sepupu penulis tidak mau lagi gembar gembor.

Lain cerita, dalam sebuah arisan keluarga besar, salah seorang anggota keluarga membeberkan rencana-rencana keluarga inti penulis kepada keluarga besar yang lain. Emak yang mendengar itu langsung berujar “wis aja ngomong-ngomong kuwe” yang lalu ditanggapi dengan omongan “gari diamini koh, didongakna wong akeh” kata salah seorang anggota keluarga waktu itu, penulis yang mendengar omongan itu cukup marah, bukan karena tidak mau di doakan, tapi kita tidak pernah tahu mana doa yang tulus ikhlas, mana doa palsu penuh iri dengki.

Lebih jauh lagi, penulis takut rencana itu kemudian gagal berantakan dan berubah menjadi rasa malu. Ada pengalaman yang kemudian menjadi bahan ibrah bagi penulis untuk merahasiakan rencana dari siapapun. Pamali kalau kemudian kita sudah sesumbar tapi kemudian gagal.

Waktu itu, penulis sedang membimbing mahasiswa ketika sebuah pesan teks masuk, melihat id pengirim VFS, salah satu pusat pengurusan VISA luar negeri di Indonesia, penulis langsung membuka pesan. Isinya memberi tahu jikalau passport penulis sudah bisa diambil. Setelah menyudahi bimbingan, penulis mengajak kolega lain yang juga mengurus visa untuk segera datang ke Kuningan City, tempat VFS berkantor.

Sesampai di VFS, penulis segera membuka amplop yang berisikan passport dan sepucuk surat seraya berharap pengajuan visa ke Jerman sudah tertempel. Alangkah mencelosnya hati ini ketika passport penulis masih bersih, halaman yang seharusnya tertempel visa Schengen, kosong melompong. Isi suratnya jauh membuat kami galau, tertulis alasan kami ke Jerman belum jelas, belum memiliki itinerary dan segudang alasan lain.

Kecewa dan tidak tahu lagi harus berbuat apa, kami melangkahkan kaki ke kafe terdekat. Sembari menyesap kopi, kegalauan kami bukannya hilang malah bertambah. Walaupun sudah dibilang, tidak apa-apa yang penting sudah berusaha, tapi tetap saja, rencana yang gagal itu pedih, penolakan itu menyakitkan. Tambah perih lagi memikirkan apa kata orang nanti. Rencana keberangkatan kami ke Jerman sudah disampaikan dalam sebuah rapat pimpinan. Akan ditaruh dimana muka kami ketika kami pulang dan lalu kabar beredar kalau kami tidak jadi berangkat ke Jerman.

Aih, sebenarnya penulis sempat kecewa ketika mengetahui bahwa pimpinan rombongan kami, memberi tahukan di dalam sebuah rapat, bahwa kami berempat akan ke Jerman, padahal itu masih sebatas rencana, visa juga belum ada di tangan. Pada waktu itu penulis takut sekali jikalau rencana ini tidak berhasil, karena keburu digembar-gemborkan oleh banyak pihak. Alhasil seperti dugaan penulis, keberangkatan ke Jerman pun dibatalkan. Dengan ditolaknya visa kami, ketakutan penulis menjadi kenyataan.

Berawal dari sanalah kemudian, penulis berjanji untuk menjaga serat kekancingan dalem, alias menjaga serapat mungkin rahasia-rahasia keluarga dan rencana-rencana pribadi kepada teman-teman maupun keluarga. Bukannya tidak mau berbagi, tapi lebih dari upaya untuk menjaga hati, baik diri sendiri maupun orang lain. Menjaga hati diri sendiri dari rasa kecewa dan malu, menjaga hati orang lain dari rasa hasad, iri dan dengki.

Rencana-rencana indahmu bisa jadi diaminkan oleh banyak orang, tapi siapa berani menjamin semuanya tulus ikhlas, bisa jadi malah mendoakan sebaliknya

Saomi Rizqiyanto

Penulis selalu mengatakan “things are easy, people are difficult” tidak ada hal yang lebih sulit daripada menerka hati manusia. Rencana-rencana indahmu bisa jadi diaminkan oleh banyak orang, tapi dari banyak orang itu, siapa yang berani menjamin semuanya tulus ikhlas, bisa jadi bibir mengamini, hati mendoakan sebaliknya. Kalau kata emak “badti dienjepi tok”.

About the author

saumiere

Leave a Comment