Sepertinya belum terlalu lama saya menulis tentang disrupsi yang terjadi dalam dunia bisnis transportasi. Adanya gelombang teknologi informasi yang melahirkan generasi millenial turut mengubah cara orang untuk berkendara, sebagai contoh adanya Uber, GoJek dan aplikasi semisalnya memudahkan orang untuk memesan moda transportasi untuk mengantarkannya kemana saja, bentuknya bisa sepeda motor atau mobil yang imbasnya turut menggoyahkan bisnis moda transportasi yang kadung nyaman, seperti Taksi BlueBird. Terjadilah demo demo supir BlueBird yang menolak kehadiran transportasi online.
Kini keadaan sepertinya berbalik. Saat Uber terpaksa hengkang karena peraturan yang tidak fair terhadap bisnisnya, Gojek sudah mulai berhenti untuk bakar uang dan oversupply driver, keadaan seakan menguntungkan BlueBird, orang-orang sudah mulai kembali menggunakan taksi konvensional. Saat saya antri dengan istri di bilangan SCBD, orang-orang yang antri menggunakan antrian bluebird semakin banyak sementara tingkat pemesanan taksi online mulai berkurang. Apakah ini menandakan kembalinya si burung biru tersebut.
Saya termasuk orang yang old fashion, menyukai cara-cara lama yang efektif tapi bukan berarti tidak mau mencoba hal-hal baru. Mungkin sebelum Gojek merajalela, saya termasuk orang-orang awal yang menggunakan Uber utk keperluan transportasi saya. Ketika Uber hanya dipakai oleh orang-orang yang menggunakan kartu kredit. Sepertinya lebih eksklusif dan minim angka-angka kekecewaan.
Namun tatkala Gojek lahir, dan GrabTaksi banting setir menjadi Grab dan menyewakan motor dan mobil, saya lantas merasa over supply. Di saat, makin banyak orang yang bergabung menjadi mitra gojek maupun driver Grab, saya malah merasa sulit untuk mendapatkan mobil maupun motor. Kalaupun dapat, ada saja alasannya untuk tidak mengambil orderan saya. I have no idea. Ketika itulah saya kembali ke cara-cara lama, lambaian tangan ini lebih ajaib untuk mensetop taksi di banding jari-jari di aplikasi.
Pun dengan bisnis lain, let say, bisnis percetakan maupun penerbitan yang sekarang seakan kembang kempis dengan adanya online platform. Saya termasuk yang menyukai baca buku dengan metode konvensional, rasa krispi dari kertas book paper dan harum cover majalah belum bisa dikalahkan oleh jari jemari dan layar elektronik. Akhirnya saat Gramedia kewalahan dan mengganti sebagian chain bisnisnya menjadi food and beverage, toko buku periplus malah semakin kebanjiran pengunjung.
Artinya apa, justru saat-saat dimana kemudahan membawa oversupply, malah yang semakin eksklusif semakin menang. Blue Bird tetap banyak membanjiri mall dan jalan-jalan, toko buku periplus yang menjual buku dengan konsep eksklusif semakin banyak pengunjung. Selamat datang di era orang tua yang semakin eksklusif.