Ramadhan tahun ini bakalan berbeda, Muslim di seluruh penjuru dunia sudah bisa menikmati koleksi abaya dan hijab mewah keluaran Dolce and Gabbana serta Donna Karan New York. Toko ritel semacam H&M, Uniqlo, dan Net a Porter juga sudah menyiapkan deretan koleksi fashion muslim untuk menyambut datangnya Ramadhan. Apa yang menyebabkan desainer-desainer kelas atas dan toko-toko ritel menengah ini menyambut ramadhan dengan meriah? Ramadhan kini menjadi semacam occasion atau tradisi, seperti halnya Natal ataupun pergantian musim.
Alberto Mucci memiliki jawaban sederhana atas fenomena ini, ulasannya yang berjudul “inside the booming muslim fashion industry” di Aljazeera mengemukakan selain karena adanya dorongan iman, dan factor usia muda di Negara-negara muslim, yang utama dan terpenting adalah adanya nilai ekonomi sebesar 230 Miliar Dolar AS. Nilai inilah yang menjadi trigger dari ramainya bisnis fashion muslim ini. Mucci mengutip hasil riset Zawya, wanita-wanita muslim di belahan dunia, menghabiskan dana sebesar 230 Miliar untuk membeli pakaian. Riset tersebut juga memberikan outlook bahwa kedepan, nilai ekonomi ini akan terus naik hingga 370 Miliar Dolar seiring pertumbuhan ekonomi di Negara-negara muslim berkembang seperti Indonesia dan Malaysia.
Rafiuddin Shikoh, peneliti dari Zawya menyebutkan, sejatinya bukan karena nilai industry fashion yang menggiurkan dan membuat para pemodal berusaha menarik konsumen muslim ke produk-produk mereka, tapi lebih kepada adanya dorongan semangat agama yang terus berkembang dan ini mau tidak mau membentuk nilai ekonomi yang strategis dan menguntungkan. Bayangkan jika nilai ekonomi sebesar 370 Miliar US Dolar tersebut terus naik seiring dengan proyeksi pertumbuhan muslim di dunia, otomatis pertumbuhan fashion syariah juga tidak akan terbendung.
Fenomena maraknya desainer dan toko ritel fashion ritel terkemuka membuat ataupun menyediakan pakaian-pakaian muslim ditanggapi sinis oleh Pierre Berge, salah satu pimpinan di rumah mode Yves Saint Laurent. Ia tidak sepakat dengan perkembangan fashion syariah sebagaimana pemerintahan Perancis yang melarang burqa dan symbol symbol keagamaan di tempat-tempat umum. Menurutnya sebagaimana dikutip oleh Fashionista.com, fashion itu membebaskan dan menonjolkan kesan cantik dari diri seorang wanita. Bagi Pierre, burqa, hijab, dan abaya adalah wujud dari perbudakan wanita.
Sinisme Berge ditanggapi secara serius oleh Mariam Sobh, pendiri dari Hijabtrendz.com yang mengatakan bahwa, baik mengenakan hijab maupun lari menggunakan bikini, kedua-duanya adalah bentuk membebaskan, bagi Mariam, melindungi aurat tubuh juga membebaskan dirinya dari pandangan-pandangan berbahaya. Senada dengan Mariam, Nafisa Bakkar menambahkan, mengenakan hijab maupun berpakaian terbuka memiliki kesamaan yang membebaskan tapi bukan berarti yang satu lebih superior dibanding yang lain, keduanya hanya memiliki nilai yang berbeda dari perspektif keagamaan, bukan pada pandangan subjektif seseorang.
Namun demikian sinisme Berge tidak lantas membuat desainer-desainer mewah papan atas menyurutkan langkah untuk membuka line bisnis fashion syariah. Mariam Sobh menuturkan intinya para pebisnis besar itu hanya melihat factor nilai ekonomisnya yang bagi Sobh itu sah-sah saja. Hanya saja, ia menambahkan, para desainer dan toko ritel itu harus memiliki konsultan khusus tentang fashion muslim sehingga tidak salah memasarkan produk. Sobh mengapresiasi toko ritel jepang Uniqlo yang berkolaborasi dengan Hanna Tajima, fashion blogger asal Inggris dalam mengeluarkan koleksi Ramadhan untuk tahun ini. Bagi Sobh itu adalah kombinasi sempurna dari semangat keagamaan dan nilai bisnis.