Saya dan Putra, seorang roommate sewaktu masa kuliah, punya rencana besar tahun ini, yakni tiap rambut kita panjang, berjanji untuk bertandang ke berbagai tempat cukur rambut khusus pria, barbershop, ternama di Jakarta. Jadilah setiap dua bulan sekali, kita bertemu untuk kemudian potong rambut. Aktifitas ini terkesan klise karena janjian untuk potong rambut biasanya dilakukan oleh kaum hawa, tetapi sejak awal decade ke dua di millennium ini, entah kenapa para pria yang bekerja, berusia 20an, dan single, mendadak melakukan atifitas ini. Selama yang dikunjungi bukan salon, saya kira, kegiatan potong rambut di barbershop masih tetap manly.
Barbershop pertama yang saya dan Putra kunjungi adalah Manhattan, yang berlokasi di Panglima Polim 9, area strategis karena letaknya merupakan persinggungan antara Melawai dan Blok M. Agak susah juga sih mencari lokasinya karena tidak ada penanda / sign besar bertuliskan Manhattan Barbershop. Sehingga dua kali melewati jalan tersebut saya masih saja belum menemukannya, baru setelah berhenti dan memperhatikan bangunan dua tingkat dengan dominasi warna coklat, saya baru ngeh, ini dia tempatnya.
Masuk melalui selasar berpenerangan temaram, saya masih bisa menyaksikan bahwa blok bangunan ini tidak semata-mata untuk barbershop, tetapi ada dua factory outlet di lantai bawah (letaknya didepan barbershop) dan sebuah bar and lounge di lantai atas. Sejatinya sebuah konsep bisnis yang menarik, saya tebak bahwa bisnis ini dikelola oleh anak-anak muda, dan memang benar adanya. Berdasarkan informasi Manhattan Barbershop didirikan oleh empat orang teman sewaktu mereka kuliah, mereka bernamaFerrialdo, Reynaldo, Aryo dan Hafizh.
Begitu masuk ruangan biasanya langsung ditanyai oleh customer service, dan akan dijelaskan antrian siapa dulu yang akan potong rambut. Saya dan Utha duduk di bangku empuk yang sudah disediakan tumpukan majalah di sudut ruangan karena dua hairstylist sedang memotong rambut dua customer lain yang datang sebelum saya. Saya urutan ketiga setelah Utha dan seorang anak SMU. Interior dalam ruangan sendiri sangat bagus, pemilihan warehouse atau piranti tempat duduk, cermin dan segala perabotannya sangat berkarakter, bersih dengan aroma pomade yang khas sehingga ketika saya duduk disana akan sadar bahwa ini tempat potong rambut, bukan café dan buka pula factory outlet.
Ketika tiba urutan saya, saya dilayani oleh anak muda, dan seperti yang saya duga, berasal dari garut, kenapa setiap tukang cukur yang ada di Jakarta berasal dari Garut. Saya menjelaskan potongan rambut yang saya inginkan berikut mendengarkan nasihat dari si amang garut ini. Para stylist di sini tahu juga tren-tren potongan rambut sekarang, saya juga menunjukkan foto-foto gaya rambut di Ipad, walaupun pada akhirnya saya kembali ke potongan lama karena saya termasuk konservatif. Peralatan cukurnya lumayan canggih dan lengkap. Ada handuk panas, dan boleh mencoba jenis pomade.
Setelah hampir lima belas menit, saya sudah mendapatkan potongan rambut baru berikut dengan pijat punggung. Hah rileks deh. Saya membayar ke kasir sebanyak 70 ribu rupiah dan bertanya-tanya mengenai produk-produk pomade yang ditawarkan, minimum harga pomade berkisar antara 100 ribu hingga 150 ribu, cukup mahal juga sejatinya tapi karena saya menghargai konsep bisnis, saya memberikan apresiasi terhadap barbershop satu ini.
Hari masih sore ketika saya dan Utha memutuskan untuk ke Gandaria City dan bertemu dengan kawan lama juga, Roy. Saya sempat foto-foto di depan tempat manhattan barbershop, yang membuat miris tempat parker di sini didominasi oleh mobil, sementara saya dan Utha hanya menggunakan sepeda motor, sehingga agak susah untuk parker dan mengeluarkannya, tapi jangan khawatir dengan 2 ribu rupiah anda bisa mengeluarkannya tanpa susah payah karena ada petugas yang mengatur.
Kalau lagi ingin potong rambut dan kebetulan berada di daerah melawai, silakan datang ke Manhattan Barbershop. Unik dan berkelas.