[singlepic id=120 w=320 h=240 float=left]Apa yang lebih khas dari Belanda selain tulip dan kincir angin? Inovasi dalam bidang desain arsitektur jelas merupakan wajah lain Belanda yang mendunia. Bangunan-bangunan Belanda lebih mencerminkan inovasi dibanding sebuah seni, lihat saja apartemen untuk usia lanjut di Osdorp, Amsterdam dan Container City di Rotterdam, keduanya menegaskan fungsi bangunan untuk mengatasi lahan yang sempit, mereka seakan berbicara “ada lahan kosong di atas”
AKTIFITAS bongkar muat di pelabuhan Rotterdam sudah dimulai sejak dini hari, kapal-kapal dari berbagai bangsa yang membawa beraneka muatan, mulai dari Austria dan Jerman yang membawa baja, Inggris yang mengangkut batu bara hingga Rusia yang mengekspor minyak bertemu di titik pelabuhan terpenting di dunia, yakni Rotterdam. Diam-diam dari balik kapal-kapal itu, orang-orang yang melihat Belanda dari kejauhan menyatakan kekagumannya, bagaimana mungkin Rotterdam yang permukaannya rata-rata minus 1 meter dpl bisa membangun pelabuhan terpenting di eropa?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini kerap sekali diajukan oleh banyak orang dari berbagai bangsa. Baik ketika mereka menepi di pelabuhan Rotterdam maupun orang-orang yang mendarat di bandara Schippol. Namun orang-orang Belanda hanya menjawab santai “Jika Tuhan menciptakan dunia, maka orang-orang Belanda menciptakan Nederland”, ujar orang-orang Belanda, sebuah jawaban yang sekiranya menggambarkan kerja keras bangsa Belanda menaklukkan laut dan mengalahkan banjir sekaligus kebanggaan akan kebesaran mereka membangun negeri Nederland, negeri bawah laut.
[singlepic id=122 w=420 h=340 float=center]
Jawaban itu memang ada benarnya, sejarah mencatat semenjak dibawah kepemimpinan Kaisar Karel V hingga masa kini bangsa Belanda telah melewati berbagai macam bencana banjir yang diakibatkan oleh kawasan yang lebih rendah dari permukaan laut. Generasi demi generasi telah berupaya mengeringkan daratan dengan berbagai cara mulai dari membangun tanggul-tanggul hingga mereklamasi pantai. Upaya demi upaya mereka lakukan, ketika satu tanggul jebol dan reklamasi gagal, mereka membangun kembali. Upaya yang dikenal dengan system polder ini dikerjakan dengan semangat inovasi, mereka mencipta dengan teknologi baru, dengan ukuran baru dengan kecermatan yang baru. Oleh karenanya sangat wajar di akhir abad 21, dunia bisa menyaksikan kecanggihan bendungan-bendungan megah buatan Belanda seperti tanggul Afslutdijk, tanggul Lloyd dan lainnya.
Tetapi apakah inovasi mereka berhenti ketika dunia sudah mengenal keahlian Belanda membangun negeri di belakang tanggul. Jawaban berkata lain, inovasi bangsa Belanda terus berjalan bahkan ketika mereka sekarang sudah bisa tidur dengan nyaman. Dibelakang tanggul bangsa Belanda masih harus menyiasati kurangnya lahan, kepadatan yang parah, selera seni hingga ancaman pemanasan global. Pertanyaan yang muncul adalah apakah bangsa Belanda bisa melewati tantangan ini.
Menyusun Tinggi Menyiasati Lahan Sempit
[singlepic id=123 w=420 h=340 float=center]
Lagi-lagi Rotterdam menjadi saksi bagi tantangan ini. Pada tahun 2003 saat Rotterdam menjadi tuan rumah Biennale Arsitektur Internasional, orang-orang sekali lagi dikejutkan dengan kecanggihan inovasi bangsa Belanda. Sebuah bangunan berbahan baku container, yang ditambatkan di sepanjang tepi tanggul Lloyd membuat para peserta pertemuan terheran-heran. Bagaimana mungkin pertemuan dilakukan di sebuah kota yang bisa mengapung. Bagi biro arsitek MVRDV ide ini bukan suatu hal yang mustahil. Terbukti saat pertemuan berlangsung kota container ini sukses menjadi tuan rumah Binnale Arsitektur Internasional selama satu bulan penuh (7 Mei – 7 Juli 2003)
Mengapung, bisa jadi kata ini menjadi satu dari kunci inovasi bangsa Belanda setelah bangsa ini sukses menaklukkan lautan melalui tanggul. Salah satu permasalahan yang kini mengemuka di Belanda adalah masalah sempitnya lahan baik untuk pemukiman penduduk, kompleks bisnis bahkan pertanian dan peternakan. Tapi apakah membuat bangunan yang mengapung di laut lepas adalah jawaban yang tepat, melihat kota container yang dibuat semi permanen, bisa jadi bukan solusi yang terbaik. Namun bukan berarti tidak mungkin.
[singlepic id=121 w=420 h=340 float=center]
Untuk menyiasati lahan yang sempit, bangsa Belanda lebih memilih menyusun tinggi. Setidaknya demikianlah yang tercermin dari ungkapan Winy Maas, salah seorang arsitek Belanda, Maas mengatakan “bentuk mengikuti fungsi”. Melalui bangunan-bangunan hasil karyanya (Maas tergabung di biro arsitek MVRDV) Maas mencoba membuktikan ungkapan itu. Salah satunya adalah Apartemen untuk usia lanjut di Osdorp, Amsterdam. Bangunan ini benar-benar praktis dalam menyikapi ruang, menjulang tinggi dengan menyisati ruang hampa di sisi bangunan. Sehingga demikian tercipta lebih banyak kamar dibanding jika hanya membangun tinggi saja. Tidak hanya apartemen di Osdorp saja yang bisa menceritakan kepraktisan ruang ini, bangunan kota babi di North Brabant dan VINEX “Hageneiland di Ypenburg menggaris bawahi ruang yang sempit bisa ditaklukan dengan bangunan yang menjulang tinggi yang praktis.
Ukuran Maksimum, seni membangun kota
Hanya saja, tidak semua orang-orang Belanda terutama para arsitek menyukai bangunan yang tinggi. Rem Koolhas misalnya, Direktur OMA (Office for Metropolitan Architecture) lebih memilih bangunan artificial yang menonjolkan seni dibanding bangunan tinggi untuk menyiasati ruang sempit. Sejatinya biro MVRDV tidak salah karena mereka juga membangun untuk menyiasati lahan sempit, Rem Koolhas juga tidak salah karena mereka membangun untuk memuaskan selera seni bangsa Belanda yang besar. Keduanya mencerminkan semangat inovasi Belanda diruang permasalahan yang berbeda. Dan Koolhas memilih membangun kota dengan seni.
[singlepic id=124 w=420 h=340 float=center]
Pilihan itu tercermin dari bangunan-bangunan Koolhas yang memang sangat artistic. Coba lihat Prada Epicenter di New York yang memajang hasil karya desainer Prada, dan Kedutaan Besar Belanda di Berlin. Lantai landai, tangga besar dengan kontruksi kaca terpadu dengan baik hingga memunculkan kesan artistic yang canggih. Pada tahun 2008 di Olimpiade Beijing, China, Rem Koolhas beserta timnya di OMA berhasil memukau dunia dengan bangunan artificialnya yang megah. Rem berhasil membangun Central Chinese Television (CCTV) yang menjadi landmark olimpiade Beijing. Bangunan yang terkenal dengan sebutan “Mutiara China Buatan Belanda” ini menjadi pusat perhotelan, ruang teater, ruang pameran hingga pusat perbelanjaan. Desain CCTV unik, strukturnya tak lazim namun sangat geometris, inilah yang membuat orang-orang yang datang dari berbagai penjuru dunia di Olimpiade sekali lagi menyatakan kekaguman arsitektur Belanda.
Jadi, terakhir kalinya sebelum anda menyatakan habis kekaguman anda, di balik tanggul buatan Belanda yang memukau itu, Belanda juga membangun arsitektur-arsitektur lain yang tak kalah inovatif dan artistic yang juga memukau. Apakah bangunan itu menyusun tinggi untuk mengatasi lahan sempit atau bangunan artificial yang mampu menghilangkan dahaga seni, dari balik tanggul di tepi sungai maas hingga mutiara china di beijing, baik dahulu hingga kini, wajah arsitektur Belanda tetap sama, semangat inovasi.
Picture modified by Saumi Rizqiyanto, taken from
http://www.besthousedesign.com/2009/10/09/wozoco-amsterdam-apartment-housing-elderly-mvrdv/
http://ud0809g06.blogspot.com/2009/05/mvrdv-container-city.html
http://www.whatsthebeef.net/post/306209348/a-decade-in-design
http://wirednewyork.com/forum/showthread.php?p=247111
http://berlin.barwick.de/information/embassies/dutch-embassy-netherlands.html
ayo sekolah di sana..
biar kita bisa niru juga bikin begituan.. hehe 😀
Absolutely Fay…