[singlepic id=105 w=420 h=270 float=center]
“Pilihannya hanya dua, be pretty or be unique, and I choose to be unique” ujar Fitri Tropika malam itu di acara talkshow Just Alvin. Acara yang ditayangkan metrotv pada kamis lalu itu menyuguhkan suatu hal yang mencerahkan sekaligus meneguhkan. Sang pembawa acara (Alvin) mendatangkan bintang tamu yang menurut saya unik, deretan nama berikut mungkin membuat anda mengangguk setuju dengan saya, nama itu adalah Gina “Jeng Kellin”, Fitri Tropica, Rani Sinden dan Tya Ariesta.
Kuotasi Fitri Tropica diatas seakan ingin menegaskan bahwa diantara banyak artis yang menjual kecantikan dan ketampanan, ternyata ada orang yang menjulang diantara yang lain dengan hanya bermodalkan keunikan dirinya. Asal punya rasa percaya diri, mereka bisa menjadi yang terdepan. Dan itu memang dibuktikan oleh mereka. Oke, mereka memang tidak secantik Marshanda, suara mereka tidak semerdu Agnes Monica, tapi berbekal keunikan dalam diri mereka, mereka bisa berdiri sejajar dengan artis-artis tersebut, bahkan mungkin lebih.
Ketika menonton acara ini, sejenak diri ini kembali diingatkan pada pola adaptasi diri dalam suatu kondisi yang crowd dan kemudian bisa survive dan mampu membuktikan diri di tengah keruwetan itu. Tulisan ini menjadi refleksi sekaligus pelajaran penting bahwa menjadi diri sendiri, bertalenta sekaligus unik adalah pilihan saya!
Juni 1999 adalah awal dari segala kesadaran diri ini akan pentingnya menjadi seseorang yang diperhatikan. Tatkala kaki ini melangkah di gedung sekolah tertua di Indonesia, Muallimin Hogere School di Jogjakarta, sekolah khusus cowok, saya langsung terkesiap, bingung lantaran ada banyak orang yang berkenalan satu sama lain dan sangat akrab, ada begitu banyak anak yang diantar orang tua dengan menggunakan mobil, ada banyak siswa yang difasilitasi dengan lengkap oleh orang tuanya. Ada juga yang sudah menjadi bintang sepak bola sekolah, bahkan menjadi teman bagi para senior! Sedangkan saya hanya duduk di kamar mengamati setiap gerak-gerik orang-orang populer itu. Baru belakangan saya juga sadar ada banyak siswa yang seperti saya, nobody, dalam artian tidak diperhatikan! Itu terjadi ditahun-tahun pertama saya sekolah.
Namun itu semua biasa diatasi dengan prestasi belajar saya yang cukup baik dikelas. Tapi itu belum cukup tatkala diri ini tahu dan sadar akan adanya kelas elite, yang semua siswanya pintar-pintar, dan menjadi favorit para guru! Dan saya ingin seperti mereka! Tapi apa daya, kemampuan akademis saya masih rata-rata, dan system pada waktu mensyaratkan kalau ingin menjadi bagian kelas elite, harus dengan nilai rata-rata minimal 8.
Tapi saya tidak menyerah begitu saja untuk menjadi seseorang di sekolah! Begitu diri ini memasuki tahun senior, barulah system membolehkan kita memilih jurusan apa yang kita suka, dan saya lebih memilih jurusan yang saya suka, saya tidak mungkin masuk IPA dengan nilai yang pas-pasan! Kebetulan di IPS juga ada beberapa bagian dari kelas elite yang nilai rata-ratanya 8! Dari awal saya sudah menyadari untuk mencari keunikan dalam diri ini yang tidak mungkin bisa disaingi oleh banyak orang! Saya memilih jurnalisme yang akhirnya menjadi batu lompatan bagi saya untuk bisa diperhatikan dalam lingkungan elite tersebut!
Hasilnya, mungkin nilai saya pas-pasan! Tapi saya juga diperhatikan dan mendapat apresiasi yang tidak kalah bahkan mungkin lebih diantara para siswa yang cerdas dan para siswa yang ganteng itu.
Pola ini kembali terulang tatkala memasuki universitas. Dengan kondisi urban yang segalanya dinilai dengan uang, fisik dan nilai, mau tak mau saya harus menghadirkan yang lebih pada diri saya! Saya meilhat banyak mahasiswa yang pintar dikelas, banyak mahasiswi yang cantik, dan banyak juga yang bergelimanagna harta dan mereka mendapatkan semua yang mereka inginkan, perhatian dosen, perhatian teman2 dsb! Sedangkan saya, who am I? Nobody, just like me at first school! Dan saya sadara akan satu hal saya harus bersaing dengan mereka!
Jadilah diri ini terus meredefinisi, mereposisi dalam kancah pertarungan para mahasiswa! Ada mahasiswa yang ambisius, pandai bicara, ganteng, cantik, jenius yang semuanya mendapat perhatian! Dan lagi-lagi saya memilih untuk menjadi talented dan once more to be unique! Kebetulan sikap feminine dalam diri saya di universitas bukan suatu dosa seperti di high school melainkan sebuah blessing yang membuat diri ini dengan mudah masuk kesemua golongan tanpa perlu merasa takut apalagi direndahkan!
Hasilnya, siapa yang tidak kenal saumi di angkatan saya di program studi perbanakn syariah! Ketika diri ini masuk ke ruang dosen, semua orang mengenal saya dsb. Hal yang menyenangkan dan membutuhkan perjuangan ekstra keras untuk itu!
Sepertinya pola ini akan terus ku pertahankan dengan tetap memperhatian posisi dan lingkungan sekitar. Bagaimanapun reposisi itu penting agar diri ini mampu mengukur sejauh mana diri ini beranjak! Akhirnya saya sadar, tidak usah terlalu memusingkan kelemahan diri ini, just focus on my unique rebellious talent! That’s why I can stand out in the crowd!
are you feminine ??
you are unique
Yes! But not too lebay! Alias tidak berlebihan… Thanks for the attentions! Sering-sering komen yah…
Me too…
blogwalking mas. kunjungi blogku juga ya
udah visit tuh… kayaknya asyik yah kalau bisa pesen kaus…